Kamis, 30 Agustus 2012

Kasus KDRT


JAKARTA (Pos Kota) – Dua orang anak dan  mantan istri dari  satu jenderal polisi melaporkan suaminya Y, ke Bareskrim Mabes Polri terkait kasus penganiayaan. Brigjen Pol Y sendiri diketahui berdinas di Badan Intelejen Negara (BIN).
Kedua anak tersebut yakni, AI, BA dengan didampingi ibunya Anita Agnes lapor ke Bareskrim Polri, Kamis 24 Mei sore.
Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen M Taufik membenarkan kemarin ada laporan dari seorang wanita bersama dua anaknya terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Betul, kemarin Istri bernama Anita melaporkan suaminya karena persoalan rumah tangga,” kata M Taufik, Jumat, (25/5/2012).
Ia juga mengatakan jika persoalan yang dilaporkan adalah persoalan internal keluarga mereka. Sehingga pihaknya tidak mau membeberkannya.
“Dimana dia bertugas tidak bisa disebutkan, ini kan masih proses masih perlu pemeriksaan lebih lanjut,” ungkapnya.
Sementara itu, AI salah satu anak Y mengaku sejak tahun 2004 dilakukan penganiayaan di rumahnya komplek Polri Ampera Jaksel. Sebab sejak pisah dengan ibunya tahun itu tidak boleh berhubungan dengan sang ibu.
“Tidak boleh telephone maupun berkomunikasi dengan ibu setelah cerai dengan ayah, jika ketahuan dipukul,” kata AI.
Ia juga mengatakan ayahnya sering memukul dengan gantungan kunci, besi maupun ditendang pakai sepatu.
Sementara laporan mereka sendiri resmi masuk ke Bareskrim dengan nomor laporan TBL/213/5/2012/Bareskrim. Pasal yang digunakan adalah terkait kekerasan dalam rumah tangga, pasal 44 dan 45 UU RI No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Kasus KDRT meningkat

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mengungkapkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Bahkan, kasus kekerasan terhadap anak yang bermasalah dengan hukum juga meningkat.

Dalam data yang ada, pada 2009 kasus KDRT yang berhasil dicatat KPPPA berdasar pada data Kepolisian sebanyak 143.586 kasus. Pada 2010 berjumlah 105.103 kasus. Memasuki 2011, kasus yang ada sebanyak 119.107. Sementara pada kasus anak bermasalah dengan hukum juga menunjukkan jumlah serupa. Pada 2007, sebanyak 3.145 kasus terjadi. 

Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada 2008 dan 2008. "2008 sebanyak 3.380 dan pada 2009 sekitar 4.213," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Mahkamah Agung (MA) dan KPPPA, di Gedung MA, kemarin. 

Selain itu, lanjut dia, berdasarkan data dari Kementerian Hukum dan HAM 2008, yakni Ditjen Pemasyarakatan, tercatat sebanyak 5.360 narapidana adalah anak-anak. Jumlah tersebut juga mengalami peningkatan pada 2010 yang menjadi 6.308.

Pada data tersebut, ungkap Linda, kekerasan yang terjadi adalah seputar fisik, psikis, dan ekspolitasi. Menurut dia, meingkatkanya kasus yang ada masih dikarenakan persoalan ekonomi. Selain itu, ada juga persoalan sosial budaya masyarakat yang mensubordinasikan perempuan dan anak.

Tak hanya itu, sambung dia, permasalahan mengenai produk perundang-undangan yang masih banyak bias gender dan bersifat diskriminatif juga menjadi salah satu penyebab. Karena itu, pihaknya berharap agar para hakim dapat memutus setiap perkara KDRT dan anak dengan seadil-adilnya. "Makanya MoU antara MA dan KPPPA menjadi sangat penting untuk mewujudkan keadilan," kata dia.

Artikel KDRT


Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau disingkat KDRT adalah sebuah permasalahan yang sampai hari ini masih terus terjadi dalam kehidupan pernikahan manusia. Malahan, sekarang bukan hanya kaum pria yang melakukan kekerasan, kaum wanita pun sekarang banyak yang melakukannya kepada pasangan mereka. Siapapun yang menjadi pelakunya bukanlah sebuah persoalan, yang menjadi inti masalah adalah kekerasan dalam bentuk apapun harusnya dihindari oleh masing-masing pasangan yang telah menikah secara resmi.
Sebelum berbicara jauh, ada baiknya kita menyamakan pengertian mengenai apa itu KDRT. Menurut RUU Anti KDRT, KDRT adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual maupun ekonomi yang pada intinya menyebabkan penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak kepada korban, seperti misalnya mengalami kerugian secara fisik atau bisa juga memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.


KDRT bukanlah persoalan yang mudah diatasi karena sudah banyak korban yang terluka. Jikalau dia adalah seorang istri yang mengalami kekerasan, ia akan menjadi orang yang mudah terluka dengan orang lain atau susah memaafkan. Sedangkan bila yang menjadi korban di dalam rumah tangga adalah sang suami, biasanya ia akan melakukan perselingkuhan atau tidak pernah tegas dalam mengambil keputusan ketika permasalahan di dalam rumah tangga mereka terjadi. Dari sini saja kita sama-sama mengetahui bahwa KDRT merugikan semua pihak – ya suami/ayah, istri/ibu, anak, dan bahkan pembantu rumah tangga.


Lalu bagaimana solusi yang diberikan Allah agar di dalam keluarga tidak terjadi mengalami KDRT? Dan bagaimana pula jalan keluar bagi mereka yang telah mengalami KDRT? Untuk kedua pertanyaan ini, jawabannya akan penulis rangkum menjadi satu kata yakni dengan mempraktikkan kasih Allah.


Berbagai macam solusi ditawarkan dunia untuk mengatasi masalah yang satu ini, tetapi hanya kasih-Nya yang benar-benar menjadi jalan keluar. I Korintus 13:4-7 menyatakan, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”


Jika setiap suami istri menerapkan kasih Allah dijamin tindakan-tindakan negatif seperti pukulan, jambakan, tamparan, atau teriakan tidak akan pernah terjadi. Rumah tangga akan penuh damai sejahtera. Setiap pribadi yang ada di keluarga tersebut bertumbuh menjadi pribadi yang baik dan sempurna. Bahkan bukanlah yang mustahil banyak jiwa yang dimenangkan kepada Allah oleh karena satu keluarga yang hidup dalam kasih-Nya

Solusi KDRT


Kekerasan dalam rumah tangga belakangan ini, hampir kita dengar dan kita lihat setiap hari di media massa atau di sekitar kita. Dari yang berskala kecil hingga besar. Dari yang sifatnya perkataan hingga perbuatan. Dan, selalu, ketika kekerasan itu muncul, harmoni keluarga terkoyak, prahara pun tak terelak.
Islam sangat peduli terhadap bentuk kekerasan ini. Karena sejatinya, Islam mengusung misi damai dan anti kekerasan. Rumah tangga Rasulullah sendiri adalah cermin keluarga yang damai dan tanpa kekerasan. Semua individu di dalamnya merasa tenang dan bahagia. Riak masalah memang kadang muncul, namun, itu bisa diselesaikan tanpa menggunakan kekerasan.
Buku ini menampilkan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga oleh siapa pun yang hidup di dalamnya. Tidak hanya oleh suami terhadap istri, orang tua terhadap anak, tetapi juga sebaliknya.

Mencegah KDRT

dengan mencegah pernikahan dini adalah tindakan yang gegabah. Sebab, secara fitrah manusia dimungkinkan menikah pada usia dini. Apa jadinya jika remaja yang sudah siap menikah dihalang-halangi untuk menikah hanya karena khawatir terjadi KDRT? Tentu bahayanya akan jauh lebih besar. Pergaulan bebas akan semakin merajalela. Oleh karena itu, tindakan KDRT seharusnya tidak dicegah dengan mengharamkan pernikahan dini.

Menilik beberapa faktor pemicu KDRT sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka tindakan KDRT dapat dicegah dengan; pertama, mempersiapkan diri dengan baik ketika berniat untuk menikah. Persiapan yang dimaksud bukan saja persiapan materi atau jasmani, namun meliputi persiapan mental, baik menyangkut penguatan akidah, pemahaman hukum-hukum Islam khususnya tentang kehidupan suami isteri, memperkuat kepribadian Islami dan sebagainya.

Kedua, konsisten untuk turut andil dalam upaya mengubah kehidupan sekuler -liberalistik-kapitalistik yang menyebabkan beban persoalan keluarga kian berat. Sejalan dengan penguatan internal individu-individu dalam keluarga, kondisi sosial yang melingkupi mereka tidak boleh kontra produktif. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat harus diubah menjadi kehidupan yang melahirkan kesejahteraan, ketenangan dan ketentraman. Itulah kehidupan Islam yang menjalankan syariat Islam secara kaffah. Upaya ini harus menjadi perhatian semua pihak jika tidak ingin laju tindak KDRT semakin kencang.

Tak seharusnya pernikahan dini menjadi kambing hitam tindak kedhaliman sistem dan manusia. Hukum Allah yang membolehkan pernikahan dini tentu membawa kabaikan bagi manusia. Bila terdapat persoalan di balik semua itu, tentu perilaku manusialah yang layak menjadi sorotan, adakah kesalahan yang telah dilakukan selama ini.

Dengan demikian, setiap muslim dijamin haknya untuk menikah kapan pun dia mampu. Syariat telah memberi rambu-rambu yang jelas dalam setiap pelaksanaan hukum-hukumnya. Menikah dini memang membutuhkan persiapan lebih banyak, terlebih dalam sistem kehidupan sekuler kapitalistik saat ini. Bila salah melangkah, jebakan KDRT akan siap menghadang. Namun demikian, bukan mustahil akan terwujud kehidupan pernikahan dini yang sakinah mawaddah wa rahmah tanpa ancaman KDRT. Semua tergantung sang pelaku.

Pemicu KDRT


Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari situlah timbul pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya seorang istri harus bisa memahami keuangan keluarga. Naik turunnya penghasilan suami sangat mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk keluarga. Disamping pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim. Cara itu bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya KDRT di dalam sebuah keluarga.
Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan dan cenderung menang sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang arogan itu sendiri. Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan dalam rumah tangga. Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan akan menjadi korban yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing.
Sepertti halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab. Suami sering bersikap kasar dan ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar. Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami bisa berubah dan bersikap manis kepada istri.
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing.

Hukuman KDRT


Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga –“UU KDRT”).

UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya (lihatPasal 5 UU KDRT). Kekerasan fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (lihat Pasal 6 UU KDRT) sehingga termasuk pula perbuatan menampar, menendang dan menyulut dengan rokok adalah dilarang.

Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara langsung adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau pihak lain tidak dapat melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali telah mendapat kuasa dari korban (lihat Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).

Meski demikian, pihak keluarga masih dapat melakukan tindakan lain untuk mencegah berlanjutnya kekerasan terhadap korban. Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan KDRT ini diatur dalam Pasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
a.     mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b.     memberikan perlindungan kepada korban;
c.      memberikan pertolongan darurat; dan
d.     membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan di atas, yang dapat Anda lakukan sebagai kakak adalah sebagaimana disebutkan dalam poin a s.d. poin d di atas. UU KDRT menyebutkan bahwa permohonan (poin d) dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Ditegaskan pula dalam hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pembimbing rohani, maka korban harus memberikan persetujuannya. Namun, dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan tanpa persetujuan korban (lihat Pasal 30 ayat [1], ayat [3], dan ayat [4] UU KDRT). Yang dimaksud dengan ”keadaan tertentu” dalam ketentuan tersebut, misalnya: pingsan, koma, dan sangat terancam jiwanya. Simak pula Bagaimana Jika Korban KDRT Tidak Mau Melapor ke Polisi?

Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu untuk mendapatkan (Pasal 10 UU KDRT):
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c.   penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani.

Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini adalah pidana penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta (lihat Pasal 44 ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5 juta (lihat Pasal 44 ayat [4] UU KDRT).

Kami tidak mengetahui apakah KDRT yang dialami adik Anda melibatkan pula kekerasan psikis atau tidak, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis yang berat. Namun, apabila adik ipar Anda juga melakukan kekerasan psikis terhadap istrinya, ada ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya yaitu pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9 juta dan dalam hal perbuatan tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjarapaling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp3 juta (lihat Pasal 45 UU KDRT).

Untuk kekerasan fisik maupun psikis yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari adalah merupakan delik aduan (lihat Pasal 51 dan 52 UU KDRT) yaitu proses pidana hanya bisa dilakukan apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana (atau kuasanya). MenurutMr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan,penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian. Pencabutan pengaduan ini dapat dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan (lihat Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).